Senin, 17 November 2014

Koreksi Diri


By on 05.52


LajurDakwah-Sesungguhnya termasuk amanah yang paling agung adalaha jiwa, ini lebih agung daripada amanah harta dan anak. Allah bersumpah dengan jiwa dalam Al Quran, dan Allah tidaklah bersumpah dengan sesuatu yang agung. Allah berfriman, "Dan sungguh Allah telah menjadikan bagi jiwa dua jalan, jalan ketakwaan, yaitu jalan sukses dan kebahagiaan. Dan jalan kenistaan, yaitu jalan kerugian dan kesengsaraan.
Orang-orang yang mengabaikan dan meninggalkan muhasabah (koreksi) terhadap jiwa-jiwa mereka, maka akan mengalami penyesalan pada saat tidak berguna lagi penyesalan tersebut. Allah berfriman,



"Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, supaya jangan ada yang mengatakan : "Amat besar penyesalanku atas kelalalianku dalam (mennaikan kewajiba) terhadap Allah, sdang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokan (agama Allah)" QS Azumar : 55-56

Ibnu Katsir berkata saat menjelaskan firman Allah, "Hisablah (koreksilah) diri kalian sebelum kalian dihisab (dikoreksi dan ditimbang oleh Allah), perhatikanlah amal shalih yang telah kalian tabung bagi diri kalian sendiri yang akan kalian jumpai pada hari kiamat saat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui amalan dan keadaan kalian, tidak satupun yang samar dari kalian bagi Allah"

Muhasabah sebelum beramal.
-Koreksi diri sebelum beramal, yaitu seseorang memperhatikan amalannya, apakah termasuk mampu ia kerjakan lalu ia kerjakan, misal puasa dan shalat malam. Ataukah ia tidak mampu mengejarkannya lalu ia tinggalkan.
-Kemudian juga seseorang memperhatikan apakah perbuatannya dalam kebaikandi dunia dan akhirat lalu ia kerjakan atau dalam perbuatannya itu keburukan di dunia dan akhirat lalu ia tinggalkan.
-Kemudian ia juga memperhatikan apakah amalan tersebut untuk Allah atau untuk manusia. Jika dia berbuat karena Allah maka ia kerjakan, jika niatnya karena selain Allah maka ia tinggalkan".

Muhasabah setelah beramal, ini ada tiga macam:
1. Jenis pertama
Koreksi diri atas ketaatanyang masih ada kekurangannya.

2. Jenis Kedua
yaitu seseorang mengoreksi dirinya pada setiap perbuatan yang kalau ia meninggalkannya lebih baik dari pada mengerjakannya karena sebab ia mentaati hawa nafsunya. Ia lebih patuh kepada kemaksiatan. Karena itu termasuk perkara mutasyabih (Smar). Nabi SAW bersabda,

"Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, diantara keduanya adalah perkara yang samar, tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga diri dari syubuhat (perkara yang samar) maka ia telah membebaskan untuk agamanya dan kehormatannya, barangsiapa terjatuh dalam perkara syubhat maka ia terjatuh  dalam perkara yang haram."

3.Jenis Ketiga 
Seseorang mengoreksi dirinya dalam perkara-perkara yang mubah atau biasa dikerjakan, kenapa dia kerjakan? apakah karena ingin mendapat ridha Allah dan nengeri akhirat maka ia beruntung, ataukah karena menginginkan ridha manusia dan dunia, lalu ia akan merugi dan hilang keberuntungannya.

Faidah dan buah muhasabah:
1. Membebaskan diri dari sifat munafik. Sering mengevaluasi diri untuk kemudian mengoreksi amalan yang telah dilakukan merupakan salah satu sebab yang dapat menjauhkan diri dari sifat munafik. Ibrahim at-atimy mengatakan,

"Tidaklah diriku membandingkan antara ucapan dan perbuatanku, melainkan saya khawatir jika ternyata diriku adalah seorang pendusta (ucapannya menyelisihi perbatannya),"

 2. Memperbaiki hubungan diantara sesama manusia, instropeksi dan koreksi diri merupakan kesempatatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah SAW bersabda,

"Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya, Maka dikatakan, "Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai"  (Sanadnya shahih. HR. Ahmad)

3.Musibah terangkat dan hisab diringankan, pada atsar Umar disebutkan bahwa sebab terangkatnya musibah dan diringankannya hisab di hari kiamat adalah ketika seorang senantiasa  bermuhasabah.
4. Mengetahui aib diri, lalu bertaubat dengan memperbaiki diri dan membenahinya.
5. Mengetahui kemuliaan Allah, keluasan rahmat-Nya, dan maha pemaaf, karena Dia tidak menyegerakan adzab kepada manusai yang bermaksiat, karena itulah ia terdorong untuk semakin beribadah dengan tekun dan menjauhi maksiat.
6. Mengembalikan hak-hak manusia kepada pemiliknya dan memperbaiki yang luput.

Faktor pendukung untuk muhasabah :
1. Tidak menutup diri dari saran pihak lain.
Imam Bukhari meriwayatkan usulan Umar kepada Abu Bakr R.a untukmengumpulkan al-Quran tatkala itu Abu Bakr menolak usul tersebut, namun Umar terus mendesak beliau dan mengatakan bahwa hal itumerupakan kebaikan. Pada akhirnya Abu Bakr pun meneriam dan mengatakan,

"Umar senantiasa membujukku untuk mengevaluasi pendapatku dalam permasalahan itu hingga Allah melapangkan hatiku dan akupun berpedandapat sebagaimana pendapat Umar" (HR. Bukhari).

Abu Bakr tidak bersikukuh dengan pendapatnya ketika terdapat usulan yang lebih baik. Dan kedudukan beliau yang lebih tinggi tidaklah menghalangi untuk menerima kebenaran dari pihak yang memiliki pendapat berbeda.

2. Bersahabat dengan rekan yang shalih
 Rasulullah SAW, padalah beliau bersabda,

"Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa" (HR. Bukhari).

Ketika budaya saling menasehati dan mengingatkan tertanam dalam perilaku kaum mukminin, maka seakan-akan mereka itu adalah cermin bagi diri kita yang akan mendorong kita berlaku konsisten. Oleh karena itu, dalam menentukan jalan dan pendapat yang tepat, anda harus berteman dengan seorang yang shalih. Anda jangan mengalihkan pandangan kepada para penjilat yang justru tidak akan mengingatkan kekeliruan saudaranya.

"Jika Allah mmenghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lali dan akan membantu jika dirinya ingat" (Shahi. HR. Abu Dawud).

Contoh nyata akan hal ini disebutkan dalam kisah al-Hur bin Qais, orang kepercayaan Umar bin al-Khaththab R.a. Pada saat itu, Umar murka dan hendak memukul Uyainah bin Husn karena bertindak kurang ajar kepada beliau, maka al-hur berkata kepada Umar,

"Wahai amir al-Mukminin, sesungguhnya Allah ta'ala berfirman kepada nabi-Nya, "Berikan maaf, perintahkan yang baik dan berpalinglah dari orang bodoh." Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang bodoh". Perawi hadits ini mengatakan , "Demi Allah Umar tidak menentang ayat itu saat dibacakan karena oa adalah orang yang senantiasa tunduk terhadap al-Quran." (HR. Bukhari).

3. Menyendiri untuk melakukan muhasabah
Diriwayatkan dari Umar bin al-Kahththab R.a, beliau mengatakan,

"Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung padahari kiamat kelak" (HR. Tirmidzi). Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, beliau berkata,

"Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya" (HR. Tirmidzi)

(Sumber: Ustadz Akhmad Yuswaji, Lc./ Purbalingga 15 Nopember 2013/Jawa Tengah)

0 komentar:

Posting Komentar